Selasa, 26 Maret 2013

Konsep Silsilah dalam Alikitab


SILSILAH-SILSILAH DI DALAM ALKITAB
Pendahuluan
Secara sosiologis, silsilah telah digunakan oleh bangsa-bangsa Timur Tengah Purba, dan bangsa Yunani khususnya bangsa Israel dengan maksud untuk mengesahkan identitas mereka dengan menelusuri asal-usul mereka kepada leluhur yang terkenal di masa lampau. Khususnya sesudah kembali dari pembuangan di Babilonia, para pemimpin Yahudi terutama para imam memakai “silsilah” sebagai alat pengesahan terhadap identitas seseorang.  
Dalam kitab Ulangan 32:7, Musa telah menjelaskan betapa pentingnya bagi bangsa Israel terkhusus dan kepada semua keturunannya untuk memelihara silsilah-silsilah leluhur yang telah ada.  Ulangan 32:7 “Ingatlah kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu.” Dari pernyataan tersebut, Musa secara tegas memberikan tiga perintah secara spesifik yaitu: “ingatlah kepada zaman dahulu kala”, “Perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu”, dan “Tanyakanlah kepada ayahmu dan para tua-tuamu”. Ketiga perintah ini menunjukkan kasih yang membara dari Allah terhadap umat pilihan-Nya dan agar bangsa Israel yang akan memiliki tanah Kanaan yang telah dijanjikan oleh Allah.
Melalui penjelasan singkat mengenai “silsilah dalam Alkitab” yang saya tulis ini, kita sedikit-banyaknya akan membahas tentang bentuk dan fungsi silsilah dalam dunia Timur Tengah yang biasanya digunakan untuk  secara politis dan sosiologis mengesahkan identitas orang yang diberi hak untuk mewarisi tahta kerajaan. Bentuk dan fungsi silsilah dengan makna yang sama akan kita jumpai juga di dalam dunia Yunani. Selain itu juga, kita akan membahas  bentuk dan fungsi silsilah dalam masyarakat Israel berdasarkan bahan-bahan dalam Perjanjian Lama. 
Dari pembahasan singkat ini, sedikit-banyaknya dapat kita pahami bahwa makna dari silsilah-silsilah yang ada di dalam Alkitab dapat memotivasi kita untuk memilki ketegaran atau kegigihan dalam mempertahankan identitas kita sebagai umat yang beriman
Bab I
Latar Belakang Bentuk dan Fungsi Serta Konsep Silsilah
I.          Bentuk dan Fungsi Silsilah di dalam Alkitab
Di dalam masyarakat, hak-hak maupun kewajibannya sebagian besar ditentukan oleh keluarga, keturunan atau sukunya. Oleh karena itu besar sekali perhatian mereka pada asal-usulnya. Sesudah zaman pembuangan ada ketentuan, bahwa barang siapa tidak dapat membuktikan asal usul keturunan-Israelnya, maka ia tidak diakui sebagai sebagai anggota bangsa. Para penulis sejarah Israel memakai daftar keturunan itu, demikian pula daftar-daftar yang digunakan secara berlimpahan dari Kejadian, Bilangan, Rut, Ezra, Nehemia, dan 1Tawarikh untuk dijadikan kerangka cerita mereka tentang Abraham, Ishak dan Yakub dan tentang berbagai pribadi penting lainnya.[1]
Dalam bahan silsilah yang ada di dalam PL, bahan-bahan silsilah ini antara lain diambil dari Kejadian 1-11 dan Rut 4:18-22. bahan-bahan silsilah ini menurut para pakar-pakar PL dalam studi banding, bahan-bahan silsilah ini diangkat dengan pertimbangan bahwa silsilah-silsilah itu memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Bentuk silsilah yang paling umum adalah menunjukkan sebuah keluarga dasar (inti) yang terdiri dari 2 anak atau lebih dari orang tua yang sama. Bentuk silsilah seperti ini kemudian memiliki pembagian-pembagian atau percabangan (berdasarkan “the traditional family tree”) dan memperlihatkan hubungan anak-anak kepada satu orang tua.[2]
Silsilah dapat dikategorikan dalam bentuk vertikal naik (daftar ke atas menelusuri nenek-moyang) dan vertikal turun (daftar ke bawa menelusuri keturunan penerus). Misalnya dapat kita ambil contoh di dalam Lukas pasal 3 adalah silsilah yang mewakili vertikal naik. Silsilah tersebut mulai dari Yesus sampai kepada Adam dan Allah. Sebaliknya, silsilah vertikal turun terfokus pada tokoh yang tampil terakhir (keturunan terakhir) dalam daftar tersebut. Misalnya, silsilah Adam di Kejadian pasal 5 terfokus pada Nuh yang adalah generasi ke sepuluh, begitu juga silsilah dari Sem sampai kepada Abraham yang tampil di dalam Kejadian pasal 1 yang terfokus pada Abraham yang adalah tokoh kesepuluh. [3]
Selain itu, ada juga sislsilah-silsilah yang dapat dikategorikan dalam bentuk vertikal dan horisontal. Silsilah vertikal dacatat dengan berpusat pada aliran garis keturunan langsung. Silsilah yang mewakili silsilah vertikal adalah silsilah garis keturunan Kain di Kejadian pasal 4 dan silsilah garis keturunan Set di Kejadian pasal 5. Silsilah horisontal mencatat tentang silsilah anak-anak laki-laki dari seorang tokoh secara serentak. Silsilah Ham dan Yafet, dua dari tiga anak laki-laki Nuh (Kej. 10:2-20), silsilah Nahor (Kej 22:20-24), garis keturunan Ketura (Kej 25:1-6), keturunan Ismael (Kej 25:12-16), keturunan Esau (Kej 36:1-43) adalah contoh-contoh dari silsilah horisontal. [4]
Nama adalah sebuah “tanda yang membedakan” dan menunjuk pada “identitas diri” (Kej 2:19), juga mengandung arti “karakter dan eksistensi”. Akan tetapi, arti yang penting dari sebuah nama terletak pada fakta bahwa nama itu tidak hanya mengikuti orang tersebut sepanjang hidupnya, melainkan tetap ada, bahkan setelah kematiannya. [5]

II.       Konsep Silsilah di dalam Perjanjian Lama
Silsilah di dalam kitab Perjanjian Lama bukanlah semata-mata merupakan daftar kelahiran dan kematian generasi-generasi, tetapi silsilah tersebut mengandung arti pemeliharaan penyelamatan yang mengagumkan dari Allah yang menebus seluruh isi Alkitab. Dalam Kejadian pasal 5 mencatat silsilah sepuluh generasi dari Adam sampai dengan Nuh, dan Kejadian pasal 11 mencatat silsilah Sem, sepuluh generasi dari Sem sampai dengan Abraham. Uniknya silsilah-silsilah di Kejadian pasal 5 dan pasal 11 mencatat tokoh-tokoh secara berkesinambungan tanpa melewatkan kelahiran, usia ketika memperanakkan, hingga usia yang dicapai meskipun mereka hidup sekitar 4000 sampai 6000 tahun yang lalu sehingga memberikan sebuah daftar kronologis yang lengkap. Silsilah-silsilah ini menyampaikan dengan jelas bahwa pekerjaan penebusan Allah sedang berlanjut tanpa melewatkan satu generasi pun di dalam sejarah.
Marshal D. Johnson (1969) menulis suatu penelitiannya dengan mengikuti dan alur berfikir, yaitu sumber Yahwis (Y) dan sumber Priest (P). Menurut Johnson, bahan-bahan silsilah sumber Y mencerminkan tingkat kedekatan hubungan dari berbagai unsur dalam suku-suku Israel dengan tetangga-tetangga mereka pada periode sejarah yang berbeda. Johnson meyatakan bahwa maksud yang mendasari disusunnya suatu silsilah, menurut Y adalah politis yang apologetis (sistematis).[6]
Claus Waterman juga berpendapat bahwa bentuk silsilah sumber Y sangat bebas dan sangat dekat dengan cerita. Selain itu, dalam silsilah terdapat beberapa catatan tambahan yang berkaitan dengan penjelasan arti nama-nama. Nama-nama dalam Kej. 4:1b, 25b mengungkapkan pujian kepada Allah atas pemberian seorang anak. Sedangkan sumber P memiliki gaya bahasa yang bagus dan bentuk yang tepat. Sumber P juga memberikan bentuk rumusan silsilah yang tidak terputus dari Adam sampai kepada Abraham.[7]
Penelitian dari Watermann tersebut dapat dilihat dari pembahasannya terhadap keturunan dalam Kejadian 10:1“Inilah keturunan Sem, Ham dan Yafet, anak-anak Nuh. Setelah air bah itu lahirlah anak-anak lelaki bagi mereka.” Menurut Wastermann, kata “anak laki-laki” dalam daftar itu bukan anak dalam arti yang sesungguhnya, tetapi dalam arti milik. Dan nama-nama yang ada bukan nama-nama pribadi, tetapi nama kelompok. Oleh sebab itu, Watermann menyimpulkan bahwa judul yang cocok untuk laporan sumber P dalam Kejadian 10 adalah “daftar bangsa-bangsa”.[8]
Menurut Nolan, silsilah dalam PL memiliki tiga maksud utama. Pertama, identifikasi. Identifikasi ini dilakukan terutama atas usaha-usaha Ezra dan Nehemia untuk membangun suatu ras murni dengan maksud membentuk Israel yang murni karena telah terjadi percampuran kultur dan meningkatnya sinkritisme agama. Upaya ini dilakukan dengan memakai silsilah untuk menelusuri asal-usul orang-orang yang kembali dari pembuangan dengan maksud memperoleh kepastian mengenai asal-usul mereka. Kedua, legitimasi. inilah fungsi yang sangat penting bagi para pejabat di bidang kultus maupun orang-orang yang dipercaya berasal dari keturunan yang akan melahirkan Mesias. Ketiga, organisasi. Ada tiga segi yang tercakup di sini, yaitu politik, sejarah dan doktrin. Sebagai contoh segi politik, Nolan menunjuk pada silsilah suku-suku dalam Kejadian 10 yang memiliki maksud politis untuk menjalin hubungan dengan penduduk asli di Palestina. Sebagai contoh dari segi sejarah, Nolan menunjuk kepada sistem silsilah menurut P yang membentuk suatu pertalian sejarah dengan menggambarkan suatu masa yang panjang, misalnya masa di antara Adam dan Abraham. Sebagai contoh dari segi doktrin, Nolan menunjuk pada silsilah P yang mungkin sekali merupakan suatu silsilah karena perannya ditekankan sebagai orang yang menerima janji (Kej.17) daripada penekanan perannya sebagai pewaris berkat penciptaan.[9]

III.    Konsep Silsilah di dalam Perjanjian Baru
Dibandingkan dengan konsep silsilah yang ada di dalam Perjanjia Lama, hampir tidak ada bahan-bahan silsilah dalam Perjanjian Baru. Walaupun jumlah bahan-bahan silsilah di dalam Perjanjian Lama, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam Perjanjian Baru juga terdapat konsep silsilah yang dihubungkan dengan tokoh-tokoh tertentu.
1.      Abraham
Dalam Perjanjian Baru, Abraham ditampilkan sebagai tokoh yang sangat menonjol. Dalam tradisi Yahudi, Abraham dipandang sebagai tokoh teladan kebenaran dan kesetiaan dalam memelihara Hukum Taurat. Namun yang terpenting adalah pemahaman Israel tentang Abraham sebagai leluhur Israel. Umat Israel sering sekali diidentikkan dengan “anak-anak” Abraham. Hal tersebut juga yang membedakan Israel dengan bangsa-bangsa lainnya dikarenakan bangsa Israel adalah umat pilihan Allah dan pewaris janji Allah.
Konsep pemahaman tentang Abraham di dalam Roma 4 memberikan argumentasi yang cukup panjang bahwa Abraham dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat, tetapi karena iman. Menurut Kaylor, ada tiga pokok penekanan iman oleh Paulus. Pertama, iman Abraham diperhitungkan sebagai kebenaran berdasarkan perjanjian. Kedua, berkat dan pengampunan yang diberikan Tuhan kepada Abraham, akan diterima oleh orang Yahudi maupun orang kafir. Oleh karena itu dasar pembenaran  bukanlah sunat melainkan oleh iman. Ketiga, Paulus menolak pemahaman orang Yahudi bahwa oleh Taurat maka janji itu diberikan kepada Abraham. Paulus menegaskan bahwa janji itu diberikan bukan karena Taurat, tetapi kebenaran karena iman. Jadi jelaslah bahwa penggunaan istilah “anak Abraham” oleh para penulis Perjanjian Baru ternyata memiliki makna iman. [10]
Jadi jelaslah bahwa tentang pandangan Paulus terhadap syarat menjadi keturunan Abraham : bahwa menjadi anak Abraham bukan karena hubungan darah, tetapi karena iman kepada Yesus sebagai Anak Abraham. Menurut orang Yahudi, Abraham dibenarkan karena melakukan Hukum Taurat. Tetapi Paulus membantah pandangan itu. Dalama Galatia 3:6, Paulus mengutip Kejadian 15:6 dan menegaskan bahwa Abrahampercaya kepada Allah, maka hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Karena itu, mereka yang beriman adalah anak-anak Abraham (Gal 3:7). Dengan kata lain, anak-anak Abraham adalah mereka yang mewarisi iman Abraham. Jadi dapat dikatakan bahwa konsep teologi dari Abraham adalah iman.
2.      Daud
Pemahaman mengenai seorang Mesias yang akan lahir nantinya dari keturunan Daud menjadikan Daud mendapatkan peran yang penting di dalam Perjanjian Baru. Dalam Lukas 1:32, Mesias telah disinggung yang akan mewarisi dan menduduki tahta Daud, dan akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (ay. 33). Mengapa Mesias itu dari segi keturunan dihubungkan begitu dekat dengan Daud. Ferdinand Hahn dalam penelitiannya terhadap gelar-gelar Yesus mengemukakan bahwa kedekatan itu bersumber dari janji Allah kepada Daud (2 Sam 7: 16), yang kemudian dinubuatkan oleh para nabi (Yesaya, Mikha, Yeremia, dan Zakaria). Hahn menegaskan bahwa tidak dapat disangkali adanya harapan mesianik dari garis keturunan imam dalam tradisi Yahudi. Tetapi harapan tentang seorang Mesias dari keturunan Daud tetap menduduki posisi penting. [11]
Pengharapan tentang seorang Mesias dari keturunan Daud sangat kuat pengaruhnya dalam tradisi Yahudi. Harapan ini tercermin pula dalam laporan Perjanjian Baru (bdg. Luk 1:68-75; 32-33). Jadi dapat dikatakan bahwa pengharapan mesianik dari keturunan Daud dalam Perjajian Baru memiliki akar yang kuat dalam tradisi Yahudi.
Pengakuan bahwa “Yesus adalah keturunan Daud” diberitakan juga dalam bentuk silsilah. Contoh paling jelas adalah silsilah Yesus dalam Matius 1:1-7 dan Lukas 3:23-28. Kedua bentuk silsilah itu disusun melampaui Daud (Matius sampai ke Abraham, sedangkan Lukas sampai ke Adam), tetapi keduanya bertemu pada tokoh itu. Pengakuan tentang Yesus sebagai keturunan Daud tidak hanya memiliki makna iman, tetapi juga memiliki makna misiologis.
IV.   Silsilah Yesus di dalam Injil Matius dan Lukas
Dalam Perjanjian Baru, khususnya di dalam Injil Matius, nama Yesus disebutkan 150 kali. Bentuk Yunani Ihsou/ Iesous (Yesus) diambil dari kata Ibrani Jehosyua, artinya “Yahwe menyeamatkan”. atau “Yahwe membebaskan”.[12] Silsilah Yesus terdapat dalam dua tempat dalam Kitab Suci, Matius pasal 1 dan Lukas pasal 3, ayat 23-38. Matius menelusuri silsilah dari Yesus sampai Abraham. Lukas menelusuri silsilah dari Yesus sampai kepada Adam.
Yesus yang dimaksud di dalam Injil Matius adalah Juruselamat bagi umat-Nya yaitu bagi semua bangsa, Yahudi maupun bukan Yahudi. Pendapat ini diperkuat oleh penulis Injil Matius yang mengantikan nama Israel dengan ton laon autou (umat-Nya). Dengan kata lain kata ton laon autou tersebut sudah mencakup bangsa Israel dan juga bangsa-bangsa lain. Injil Matius berbeda dengan Injil Lukas mengenai masalah penempatan empat perempuan ke dalam silsilah Yesus di mana bahwa penulis injil Matius beraksud ingin memberikan gambaran tentang model Juruselat Yesus itu. Menurut Matius, Yesus adalah Juruselamat bagi semua bangsa.
Para pakar saling mengemukakan pendapat tentang empat perempuan ke dalam silsilah Yesus tersebut. Salah satu cara adalah dengan berusaha memahami latar belakang perempuan-perempuan itu, sehingga terungkap identitas mereka. Ternyata latar belakang keempat perempuan tersebut adalah kafir dan orang berdosa terutama dosa seks. Jadi Yesus di sini digambarkan sebagai Juruselamat bagi orang-orang berdosa, Juruselamat orang-orang secara universal.  Selain itu ada juga pendapat dilihat dari penulis Injil Matius sendiri dan komunitasnya saat itu, komunitas Matius adalah komunitas campuran Yahudi dan kafir. Faktor inilah yang mendorong penulis Injil untuk memasukkan keempat perempuan itu ke dalam silsilah itu. Jadi ada dua faktor yang menyebabkan yaitu faktor juruselamat yang universal dan faktor komunitas campuran (Yahudi dan kafir).
Para pakar yang melakukan pendekatan historis terhadap silsilah Yesus memusatkan perhatian lebih kepada pertimbangan-pertimbangan historis ketimbang sosiologis. Mereka berusaha menarik teks silsilah ke dalam sudut pandang sejarah penyelamatan Allah. Conzelmann membagi sejarah penyelamatan Allah atas tiga periode : periode persiapan, periode Yesus dan periode gereja. Berbeda dengan Strecker yang membagi sejarah penyelamatan dalam Injil Matius ke dala empat periode: pertama, dari Abraham sampai Daud, kedua dari Daud sampai pembuangan, ketiga dari pembuangan ke Babel sampai Yesus, keempat periode Yesus. [13]
Tentang silsilah Yesus di dalam Injil Matius, timbul dua persoalan. Pertama, menurut Matius 1:1-17 (ayat 17) tertulis dari Abraham sampai Daud (14 keturunan), dari Daud sampai pembuangan ke Babel (14 keturunan), dan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus (14 keturunan). Namun dalam kenyataannya dari pembuangan ke Babel sampai Kristus hanya 13 keturunan. Ada sejumlah pakar yang berusaha menggenapkan jumlah angka 13 pada bagian terakhir silsilah Yesus menurut Injil Matius dengan memasukkan nama Maria sebagai angka ke-14. Padahal persoalan sebenarnya terletak antara nama Yoyakim dan Yoyakhin sehingga para penyalin cenderung membuat kekeliruan dalam menyalin nama. Yoyakim adalah raja pada zaman nabi Yeremia yang dibuang pada tahun ke-3 pada saat pemerintahannya, sedangkan Yoyakhin adalah orang yang akan menggantihkan Yoyakim ayahnya pada tahun 597 sM[14].
Nama "Resa" dalam Lukas 3:27, aslinya bukanlah nama orang, tapi meminjam bahasa Aram RESYA' (pangeran) sebagai gelar Zerubabel (daftar Lukas berasal dari sebuah dokumen Aram). Tapi beberapa generasi dalam kurun waktu Daud ke Pembuangan jelas tidak dimasukkan pada daftar Matius, dan mungkin beberapa generasi lainnya tidak dimasukkan dalam daftar pada kurun waktu kedua. Permasalahan jumlah keturunan ini pernah dilontarkan dan dituduhkan sebagai suatu kontradiksi dan belum mendapat sebuah kesepakatan tentang kebenaran yang sesungguhnya.  
Kesimpulan
Sebelum Israel lahir sebagai satu bangsa, silsilah telah menjadi suatu alat tutur keturunan dalam dunia Timur Tengah, khususnya Babelonia, Asyur, dan Yunani. Silsilah dipakai dengan bermacam-macam fungsi antara lain, sosial politis, sosiologis, dan religius. Fungsi-fungsi tersebut dipakai untuk memberikan pengesahan terhadap kepewarisan tahta kerajaan, pengesahan hubungan kekeluargaan, pengesahan hubungan persaudaraan, pengesahan jabatan serta tempat pemerintahan raja baik oleh manusia maupun oleh para dewa-dewa jaman kepercayaan mereka dahulu.
Ketika Israel lahir sebagai satu bangsa di dunia Timur Tengah Purba maka mereka juga memakai silsilah sebagai bentuk penuturan untuk menyampaikan suatu pengesahan atau gagasan kepada masyarakat mereka. Jika silsilah itu dipakai dalam fungsi sebagai alat pengesahan, baik kekuasaan (politis) maupun pengesahan status sosial, maka umumnya struktur silsilah disusun dengan memakai bentuk vertikal. Tetapi jika penulis ingin membangun suatu hubungan secara kekeluargaan maka bentuk silsilah itu lebih banyak memiliki percabangan (bentuk vertikal dan horizontal).
Setiap silsilah-silsilah yang telah diuraikan secara singkat di atas tadi merupakan sebuah hal yang berkesinambungan, berhubungan satu dengan yang lain baik itu di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru, dan juga memiliki makna teologi masing-masing. Dengan demikian, pada satu pihak, pendekatan-pendekatan terhadap teks silsilah telah memberikan sumbangan berharga bagi studi teologi. Namun di pihak lain, teks silsilah itu mestinya dibaca sambil memperhatikan motivasi penulis kitab tersebut yang terkandung di dalam teks tersebut. Motivasi itulah yang akan menjadi pengesahan identitas komunitasnya berdasarkan iman yang diungkapkan di dalam silsilah tersebut.


[1] SABDA (OLB versi Indonesia) 4.12
[2] Raharja Sembiring S,Th, Jurnal Skripsi “Bentuk dan Fungsi Silsilah Yesus Dalam Matius 1:1-17, STT Cipanas 2011, Hal. 2
[3] Abraham. Park, Silsilah di Kitab Kejadian (Seri 1), PT. Gramedia Widiasarana Indonesia dan Yayasan Damai Sejahtera Utama, 2010, Hal. 40
[4] Abraham. Park, Hal. 41
[5] Abraham. Park, Hal. 48
[6] Marshall D. Johnson, The Purpose of Biblical Genealogies With Special Reference to The Setting of the Genealogies of Jesus, SNTS Monograph series 8, Cambrige University Press, 1969, hlm. 7
[7] Claus Westermann, Genesis 1-11: A Commentary, London SPCK, 1984, hlm. 7
[8] Claus Westermann, hlm 14
[9] Brian M. Nolan, “The Royal Son of God: The Christology of Matthew 1-2 in the Setting of the Gospel”, Gottingen: Universitaires Tribourgsuisse Vardenhock & Rupreth 1979, Hal. 24-25
[10] R. David Kaylor, Paul’s Covenant Community: Jew & Gentile in Romans (Atlanta: John knox Press, 1988) hlm. 83-86.
[11] Ferdinand Hahn, The Titles of Jesus in Christology: Their Histori in Early Christianity, London: Lutterworth Press, 1963, Hlm. 109
[12] James Orr, International Standrd Bible Encyclopedia III, Michigan: W.B. Eerdams 1955, hlm. 1743
[13] Samuel Benyamin Hakh, Ketegaran Menghadapi Krisis Identitas: Suatu Studi Terhadap Silsilah Yesus dan Maknanya Bagi Komnitas Matius, Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta 2004, Hal. 135
[14] Ensiklopedia Aliktab Masa Kini Jilid II, YKBK Jakarta 2008, hal. 630

Tidak ada komentar:

Posting Komentar