SILSILAH-SILSILAH DI DALAM ALKITAB
Pendahuluan
Secara sosiologis,
silsilah telah digunakan oleh bangsa-bangsa Timur Tengah Purba, dan bangsa
Yunani khususnya bangsa Israel dengan maksud untuk mengesahkan identitas mereka
dengan menelusuri asal-usul mereka kepada leluhur yang terkenal di masa lampau.
Khususnya sesudah kembali dari pembuangan di Babilonia, para pemimpin Yahudi
terutama para imam memakai “silsilah” sebagai
alat pengesahan terhadap identitas seseorang.
Dalam kitab Ulangan
32:7, Musa telah menjelaskan betapa pentingnya bagi bangsa Israel terkhusus dan
kepada semua keturunannya untuk memelihara silsilah-silsilah leluhur yang telah
ada. Ulangan 32:7 “Ingatlah kepada zaman dahulu kala,
perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah kepada ayahmu, maka
ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya
kepadamu.” Dari pernyataan tersebut, Musa secara tegas memberikan tiga
perintah secara spesifik yaitu: “ingatlah kepada zaman dahulu kala”,
“Perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu”, dan “Tanyakanlah kepada ayahmu
dan para tua-tuamu”. Ketiga perintah ini menunjukkan kasih yang membara dari
Allah terhadap umat pilihan-Nya dan agar bangsa Israel yang akan memiliki tanah
Kanaan yang telah dijanjikan oleh Allah.
Melalui penjelasan
singkat mengenai “silsilah dalam Alkitab” yang saya tulis ini, kita
sedikit-banyaknya akan membahas tentang bentuk dan fungsi silsilah dalam dunia
Timur Tengah yang biasanya digunakan untuk
secara politis dan sosiologis mengesahkan identitas orang yang diberi
hak untuk mewarisi tahta kerajaan. Bentuk dan fungsi silsilah dengan makna yang
sama akan kita jumpai juga di dalam dunia Yunani. Selain itu juga, kita akan
membahas bentuk dan fungsi silsilah
dalam masyarakat Israel berdasarkan bahan-bahan dalam Perjanjian Lama.
Dari pembahasan singkat
ini, sedikit-banyaknya dapat kita pahami bahwa makna dari silsilah-silsilah
yang ada di dalam Alkitab dapat memotivasi kita untuk memilki ketegaran atau
kegigihan dalam mempertahankan identitas kita sebagai umat yang beriman
Bab I
Latar Belakang Bentuk dan Fungsi
Serta Konsep Silsilah
I.
Bentuk dan Fungsi Silsilah di dalam Alkitab
Di
dalam masyarakat, hak-hak maupun kewajibannya sebagian besar ditentukan oleh
keluarga, keturunan atau sukunya. Oleh karena itu besar sekali perhatian mereka
pada asal-usulnya. Sesudah zaman pembuangan ada ketentuan, bahwa barang siapa
tidak dapat membuktikan asal usul keturunan-Israelnya, maka ia tidak diakui
sebagai sebagai anggota bangsa. Para
penulis sejarah Israel memakai daftar keturunan itu, demikian pula
daftar-daftar yang digunakan secara berlimpahan dari Kejadian, Bilangan, Rut,
Ezra, Nehemia, dan 1Tawarikh untuk dijadikan kerangka cerita mereka tentang
Abraham, Ishak dan Yakub dan tentang berbagai pribadi penting lainnya.[1]
Dalam
bahan silsilah yang ada di dalam PL, bahan-bahan silsilah ini antara lain
diambil dari Kejadian 1-11 dan Rut 4:18-22. bahan-bahan silsilah ini menurut
para pakar-pakar PL dalam studi banding, bahan-bahan silsilah ini diangkat
dengan pertimbangan bahwa silsilah-silsilah itu memiliki bentuk dan fungsi yang
berbeda. Bentuk silsilah yang paling umum adalah menunjukkan sebuah keluarga
dasar (inti) yang terdiri dari 2 anak atau lebih dari orang tua yang sama.
Bentuk silsilah seperti ini kemudian memiliki pembagian-pembagian atau
percabangan (berdasarkan “the traditional
family tree”) dan memperlihatkan hubungan anak-anak kepada satu orang tua.[2]
Silsilah dapat dikategorikan dalam bentuk vertikal
naik (daftar ke atas menelusuri nenek-moyang) dan vertikal turun (daftar ke
bawa menelusuri keturunan penerus). Misalnya dapat kita ambil contoh di dalam
Lukas pasal 3 adalah silsilah yang mewakili vertikal naik. Silsilah tersebut
mulai dari Yesus sampai kepada Adam dan Allah. Sebaliknya, silsilah vertikal
turun terfokus pada tokoh yang tampil terakhir (keturunan terakhir) dalam
daftar tersebut. Misalnya, silsilah Adam di Kejadian pasal 5 terfokus pada Nuh yang
adalah generasi ke sepuluh, begitu juga silsilah dari Sem sampai kepada Abraham
yang tampil di dalam Kejadian pasal 1 yang terfokus pada Abraham yang adalah
tokoh kesepuluh. [3]
Selain itu, ada juga sislsilah-silsilah yang dapat
dikategorikan dalam bentuk vertikal dan horisontal. Silsilah vertikal dacatat
dengan berpusat pada aliran garis keturunan langsung. Silsilah yang mewakili
silsilah vertikal adalah silsilah garis keturunan Kain di Kejadian pasal 4 dan
silsilah garis keturunan Set di Kejadian pasal 5. Silsilah horisontal mencatat
tentang silsilah anak-anak laki-laki dari seorang tokoh secara serentak.
Silsilah Ham dan Yafet, dua dari tiga anak laki-laki Nuh (Kej. 10:2-20),
silsilah Nahor (Kej 22:20-24), garis keturunan Ketura (Kej 25:1-6), keturunan
Ismael (Kej 25:12-16), keturunan Esau (Kej 36:1-43) adalah contoh-contoh dari
silsilah horisontal. [4]
Nama
adalah sebuah “tanda yang membedakan” dan menunjuk pada “identitas diri” (Kej
2:19), juga mengandung arti “karakter dan eksistensi”. Akan tetapi, arti yang
penting dari sebuah nama terletak pada fakta bahwa nama itu tidak hanya
mengikuti orang tersebut sepanjang hidupnya, melainkan tetap ada, bahkan
setelah kematiannya. [5]
II.
Konsep Silsilah di dalam Perjanjian Lama
Silsilah
di dalam kitab Perjanjian Lama bukanlah semata-mata merupakan daftar kelahiran
dan kematian generasi-generasi, tetapi silsilah tersebut mengandung arti pemeliharaan
penyelamatan yang mengagumkan dari Allah yang menebus seluruh isi Alkitab. Dalam
Kejadian pasal 5 mencatat silsilah sepuluh generasi dari Adam sampai dengan
Nuh, dan Kejadian pasal 11 mencatat silsilah Sem, sepuluh generasi dari Sem
sampai dengan Abraham. Uniknya silsilah-silsilah di Kejadian pasal 5 dan pasal
11 mencatat tokoh-tokoh secara berkesinambungan tanpa melewatkan kelahiran,
usia ketika memperanakkan, hingga usia yang dicapai meskipun mereka hidup
sekitar 4000 sampai 6000 tahun yang lalu sehingga memberikan sebuah daftar
kronologis yang lengkap. Silsilah-silsilah ini menyampaikan dengan jelas bahwa
pekerjaan penebusan Allah sedang berlanjut tanpa melewatkan satu generasi pun
di dalam sejarah.
Marshal D. Johnson (1969) menulis suatu penelitiannya
dengan mengikuti dan alur berfikir, yaitu sumber Yahwis (Y) dan sumber Priest
(P). Menurut Johnson, bahan-bahan silsilah sumber Y mencerminkan tingkat
kedekatan hubungan dari berbagai unsur dalam suku-suku Israel dengan
tetangga-tetangga mereka pada periode sejarah yang berbeda. Johnson meyatakan
bahwa maksud yang mendasari disusunnya suatu silsilah, menurut Y adalah politis
yang apologetis (sistematis).[6]
Claus Waterman juga berpendapat bahwa bentuk
silsilah sumber Y sangat bebas dan sangat dekat dengan cerita. Selain itu,
dalam silsilah terdapat beberapa catatan tambahan yang berkaitan dengan
penjelasan arti nama-nama. Nama-nama dalam Kej. 4:1b, 25b mengungkapkan pujian
kepada Allah atas pemberian seorang anak. Sedangkan sumber P memiliki gaya
bahasa yang bagus dan bentuk yang tepat. Sumber P juga memberikan bentuk
rumusan silsilah yang tidak terputus dari Adam sampai kepada Abraham.[7]
Penelitian dari Watermann tersebut dapat dilihat
dari pembahasannya terhadap keturunan dalam Kejadian
10:1“Inilah
keturunan Sem, Ham dan Yafet, anak-anak Nuh. Setelah air bah itu lahirlah
anak-anak lelaki bagi mereka.” Menurut
Wastermann, kata “anak laki-laki” dalam daftar itu bukan anak dalam arti yang
sesungguhnya, tetapi dalam arti milik. Dan nama-nama yang ada bukan nama-nama
pribadi, tetapi nama kelompok. Oleh sebab itu, Watermann menyimpulkan bahwa
judul yang cocok untuk laporan sumber P dalam Kejadian 10 adalah “daftar
bangsa-bangsa”.[8]
Menurut Nolan, silsilah dalam PL memiliki tiga
maksud utama. Pertama, identifikasi. Identifikasi
ini dilakukan terutama atas usaha-usaha Ezra dan Nehemia untuk membangun suatu
ras murni dengan maksud membentuk Israel yang murni karena telah terjadi
percampuran kultur dan meningkatnya sinkritisme agama. Upaya ini dilakukan
dengan memakai silsilah untuk menelusuri asal-usul orang-orang yang kembali
dari pembuangan dengan maksud memperoleh kepastian mengenai asal-usul mereka. Kedua,
legitimasi. inilah fungsi yang sangat
penting bagi para pejabat di bidang kultus maupun orang-orang yang dipercaya
berasal dari keturunan yang akan melahirkan Mesias. Ketiga, organisasi. Ada tiga segi yang tercakup
di sini, yaitu politik, sejarah dan doktrin. Sebagai contoh segi
politik, Nolan menunjuk pada silsilah suku-suku dalam Kejadian 10 yang memiliki
maksud politis untuk menjalin hubungan dengan penduduk asli di Palestina. Sebagai
contoh dari segi sejarah, Nolan menunjuk kepada sistem silsilah menurut P yang
membentuk suatu pertalian sejarah dengan menggambarkan suatu masa yang panjang,
misalnya masa di antara Adam dan Abraham. Sebagai contoh dari segi doktrin,
Nolan menunjuk pada silsilah P yang mungkin sekali merupakan suatu silsilah
karena perannya ditekankan sebagai orang yang menerima janji (Kej.17) daripada
penekanan perannya sebagai pewaris berkat penciptaan.[9]
III.
Konsep Silsilah di dalam Perjanjian Baru
Dibandingkan
dengan konsep silsilah yang ada di dalam Perjanjia Lama, hampir tidak ada
bahan-bahan silsilah dalam Perjanjian Baru. Walaupun jumlah bahan-bahan silsilah
di dalam Perjanjian Lama, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam Perjanjian Baru
juga terdapat konsep silsilah yang dihubungkan dengan tokoh-tokoh tertentu.
1.
Abraham
Dalam Perjanjian
Baru, Abraham ditampilkan sebagai tokoh yang sangat menonjol. Dalam tradisi
Yahudi, Abraham dipandang sebagai tokoh teladan kebenaran dan kesetiaan dalam
memelihara Hukum Taurat. Namun yang terpenting adalah pemahaman Israel tentang
Abraham sebagai leluhur Israel. Umat Israel sering sekali diidentikkan dengan
“anak-anak” Abraham. Hal tersebut juga yang membedakan Israel dengan
bangsa-bangsa lainnya dikarenakan bangsa Israel adalah umat pilihan Allah dan
pewaris janji Allah.
Konsep pemahaman
tentang Abraham di dalam Roma 4 memberikan argumentasi yang cukup panjang bahwa
Abraham dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat, tetapi karena iman. Menurut
Kaylor, ada tiga pokok penekanan iman oleh Paulus. Pertama, iman Abraham diperhitungkan sebagai kebenaran berdasarkan
perjanjian. Kedua, berkat dan
pengampunan yang diberikan Tuhan kepada Abraham, akan diterima oleh orang
Yahudi maupun orang kafir. Oleh karena itu dasar pembenaran bukanlah sunat melainkan oleh iman. Ketiga, Paulus menolak pemahaman orang
Yahudi bahwa oleh Taurat maka janji itu diberikan kepada Abraham. Paulus
menegaskan bahwa janji itu diberikan bukan karena Taurat, tetapi kebenaran
karena iman. Jadi jelaslah bahwa penggunaan istilah “anak Abraham” oleh para
penulis Perjanjian Baru ternyata memiliki makna iman. [10]
Jadi jelaslah
bahwa tentang pandangan Paulus terhadap syarat menjadi keturunan Abraham :
bahwa menjadi anak Abraham bukan karena hubungan darah, tetapi karena iman
kepada Yesus sebagai Anak Abraham. Menurut orang Yahudi, Abraham dibenarkan
karena melakukan Hukum Taurat. Tetapi Paulus membantah pandangan itu. Dalama
Galatia 3:6, Paulus mengutip Kejadian 15:6 dan menegaskan bahwa Abrahampercaya
kepada Allah, maka hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Karena
itu, mereka yang beriman adalah anak-anak Abraham (Gal 3:7). Dengan kata lain,
anak-anak Abraham adalah mereka yang mewarisi iman Abraham. Jadi dapat
dikatakan bahwa konsep teologi dari Abraham adalah iman.
2.
Daud
Pemahaman
mengenai seorang Mesias yang akan lahir nantinya dari keturunan Daud menjadikan
Daud mendapatkan peran yang penting di dalam Perjanjian Baru. Dalam Lukas 1:32,
Mesias telah disinggung yang akan mewarisi dan menduduki tahta Daud, dan akan
menjadi raja atas kaum keturunan Yakub dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan
(ay. 33). Mengapa Mesias itu dari segi keturunan dihubungkan begitu dekat
dengan Daud. Ferdinand Hahn dalam penelitiannya terhadap gelar-gelar Yesus
mengemukakan bahwa kedekatan itu bersumber dari janji Allah kepada Daud (2 Sam
7: 16), yang kemudian dinubuatkan oleh para nabi (Yesaya, Mikha, Yeremia, dan
Zakaria). Hahn menegaskan bahwa tidak dapat disangkali adanya harapan mesianik
dari garis keturunan imam dalam tradisi Yahudi. Tetapi harapan tentang seorang
Mesias dari keturunan Daud tetap menduduki posisi penting. [11]
Pengharapan
tentang seorang Mesias dari keturunan Daud sangat kuat pengaruhnya dalam
tradisi Yahudi. Harapan ini tercermin pula dalam laporan Perjanjian Baru (bdg.
Luk 1:68-75; 32-33). Jadi dapat dikatakan bahwa pengharapan mesianik dari
keturunan Daud dalam Perjajian Baru memiliki akar yang kuat dalam tradisi
Yahudi.
Pengakuan bahwa
“Yesus adalah keturunan Daud” diberitakan juga dalam bentuk silsilah. Contoh
paling jelas adalah silsilah Yesus dalam Matius 1:1-7 dan Lukas 3:23-28. Kedua
bentuk silsilah itu disusun melampaui Daud (Matius sampai ke Abraham, sedangkan
Lukas sampai ke Adam), tetapi keduanya bertemu pada tokoh itu. Pengakuan
tentang Yesus sebagai keturunan Daud tidak hanya memiliki makna iman, tetapi
juga memiliki makna misiologis.
IV.
Silsilah Yesus di dalam Injil Matius dan Lukas
Dalam Perjanjian
Baru, khususnya di dalam Injil Matius, nama Yesus disebutkan 150 kali. Bentuk
Yunani Ihsou/ Iesous (Yesus) diambil dari kata Ibrani Jehosyua, artinya
“Yahwe menyeamatkan”. atau “Yahwe membebaskan”.[12] Silsilah
Yesus terdapat dalam dua tempat dalam Kitab Suci, Matius pasal 1 dan Lukas
pasal 3, ayat 23-38. Matius menelusuri silsilah dari Yesus sampai Abraham.
Lukas menelusuri silsilah dari Yesus sampai kepada Adam.
Yesus yang
dimaksud di dalam Injil Matius adalah Juruselamat bagi umat-Nya yaitu bagi semua
bangsa, Yahudi maupun bukan Yahudi. Pendapat ini diperkuat oleh penulis Injil
Matius yang mengantikan nama Israel dengan ton
laon autou (umat-Nya). Dengan kata lain kata ton laon autou tersebut sudah mencakup bangsa Israel dan juga
bangsa-bangsa lain. Injil Matius berbeda dengan Injil Lukas mengenai masalah
penempatan empat perempuan ke dalam silsilah Yesus di mana bahwa penulis injil
Matius beraksud ingin memberikan gambaran tentang model Juruselat Yesus itu.
Menurut Matius, Yesus adalah Juruselamat bagi semua bangsa.
Para pakar
saling mengemukakan pendapat tentang empat perempuan ke dalam silsilah Yesus
tersebut. Salah satu cara adalah dengan berusaha memahami latar belakang
perempuan-perempuan itu, sehingga terungkap identitas mereka. Ternyata latar belakang
keempat perempuan tersebut adalah kafir dan orang berdosa terutama dosa seks.
Jadi Yesus di sini digambarkan sebagai Juruselamat bagi orang-orang berdosa,
Juruselamat orang-orang secara universal. Selain itu ada juga pendapat dilihat dari
penulis Injil Matius sendiri dan komunitasnya saat itu, komunitas Matius adalah
komunitas campuran Yahudi dan kafir. Faktor inilah yang mendorong penulis Injil
untuk memasukkan keempat perempuan itu ke dalam silsilah itu. Jadi ada dua
faktor yang menyebabkan yaitu faktor juruselamat yang universal dan faktor
komunitas campuran (Yahudi dan kafir).
Para pakar
yang melakukan pendekatan historis terhadap silsilah Yesus memusatkan perhatian
lebih kepada pertimbangan-pertimbangan historis ketimbang sosiologis. Mereka berusaha
menarik teks silsilah ke dalam sudut pandang sejarah penyelamatan Allah.
Conzelmann membagi sejarah penyelamatan Allah atas tiga periode : periode
persiapan, periode Yesus dan periode gereja. Berbeda dengan Strecker yang
membagi sejarah penyelamatan dalam Injil Matius ke dala empat periode: pertama,
dari Abraham sampai Daud, kedua dari Daud sampai pembuangan, ketiga dari
pembuangan ke Babel sampai Yesus, keempat periode Yesus. [13]
Tentang silsilah
Yesus di dalam Injil Matius, timbul dua persoalan. Pertama, menurut Matius
1:1-17 (ayat 17) tertulis
dari Abraham sampai Daud (14 keturunan), dari Daud sampai pembuangan ke Babel
(14 keturunan), dan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus (14 keturunan).
Namun dalam kenyataannya dari pembuangan ke Babel sampai Kristus hanya 13
keturunan. Ada sejumlah pakar yang berusaha menggenapkan jumlah angka 13 pada
bagian terakhir silsilah Yesus menurut Injil Matius dengan memasukkan nama
Maria sebagai angka ke-14. Padahal persoalan sebenarnya terletak antara nama Yoyakim
dan Yoyakhin sehingga para penyalin cenderung membuat kekeliruan dalam menyalin
nama. Yoyakim adalah raja pada zaman nabi Yeremia yang dibuang pada tahun ke-3
pada saat pemerintahannya, sedangkan Yoyakhin adalah orang yang akan menggantihkan
Yoyakim ayahnya pada tahun 597 sM[14].
Nama "Resa" dalam Lukas 3:27, aslinya
bukanlah nama orang, tapi meminjam bahasa Aram RESYA' (pangeran) sebagai gelar Zerubabel (daftar Lukas berasal dari sebuah dokumen Aram). Tapi
beberapa generasi dalam kurun waktu Daud ke
Pembuangan jelas tidak dimasukkan pada daftar Matius, dan mungkin beberapa
generasi lainnya tidak dimasukkan dalam daftar pada kurun waktu kedua. Permasalahan
jumlah keturunan ini pernah dilontarkan dan dituduhkan sebagai suatu kontradiksi
dan belum mendapat sebuah kesepakatan tentang kebenaran yang sesungguhnya.
Kesimpulan
Sebelum Israel
lahir sebagai satu bangsa, silsilah telah menjadi suatu alat tutur keturunan
dalam dunia Timur Tengah, khususnya Babelonia, Asyur, dan Yunani. Silsilah
dipakai dengan bermacam-macam fungsi antara lain, sosial politis, sosiologis,
dan religius. Fungsi-fungsi tersebut dipakai untuk memberikan pengesahan
terhadap kepewarisan tahta kerajaan, pengesahan hubungan kekeluargaan,
pengesahan hubungan persaudaraan, pengesahan jabatan serta tempat pemerintahan
raja baik oleh manusia maupun oleh para dewa-dewa jaman kepercayaan mereka
dahulu.
Ketika Israel
lahir sebagai satu bangsa di dunia Timur Tengah Purba maka mereka juga memakai
silsilah sebagai bentuk penuturan untuk menyampaikan suatu pengesahan atau
gagasan kepada masyarakat mereka. Jika silsilah itu dipakai dalam fungsi
sebagai alat pengesahan, baik kekuasaan (politis) maupun pengesahan status
sosial, maka umumnya struktur silsilah disusun dengan memakai bentuk vertikal. Tetapi
jika penulis ingin membangun suatu hubungan secara kekeluargaan maka bentuk
silsilah itu lebih banyak memiliki percabangan (bentuk vertikal dan
horizontal).
Setiap silsilah-silsilah yang telah diuraikan
secara singkat di atas tadi merupakan sebuah hal yang berkesinambungan,
berhubungan satu dengan yang lain baik itu di dalam Perjanjian Lama maupun di
dalam Perjanjian Baru, dan juga memiliki makna teologi masing-masing. Dengan
demikian, pada satu pihak, pendekatan-pendekatan terhadap teks silsilah telah
memberikan sumbangan berharga bagi studi teologi. Namun di pihak lain, teks
silsilah itu mestinya dibaca sambil memperhatikan motivasi penulis kitab
tersebut yang terkandung di dalam teks tersebut. Motivasi itulah yang akan
menjadi pengesahan identitas komunitasnya berdasarkan iman yang diungkapkan di
dalam silsilah tersebut.
[1]
SABDA (OLB versi Indonesia) 4.12
[2]
Raharja Sembiring S,Th, Jurnal Skripsi
“Bentuk dan Fungsi Silsilah Yesus Dalam Matius 1:1-17, STT Cipanas 2011,
Hal. 2
[3]
Abraham.
Park, Silsilah di Kitab Kejadian (Seri
1), PT. Gramedia Widiasarana Indonesia dan Yayasan Damai Sejahtera Utama,
2010, Hal. 40
[4]
Abraham.
Park, Hal. 41
[5]
Abraham.
Park, Hal. 48
[6]
Marshall
D. Johnson, The Purpose of Biblical
Genealogies With Special Reference to The Setting of the Genealogies of Jesus, SNTS Monograph series 8, Cambrige
University Press, 1969, hlm. 7
[7] Claus Westermann,
Genesis 1-11: A Commentary, London
SPCK, 1984, hlm. 7
[8] Claus
Westermann, hlm 14
[9]
Brian
M. Nolan, “The Royal Son of God: The
Christology of Matthew 1-2 in the Setting of the Gospel”, Gottingen:
Universitaires Tribourgsuisse Vardenhock & Rupreth 1979, Hal. 24-25
[10]
R. David Kaylor, Paul’s Covenant
Community: Jew & Gentile in Romans (Atlanta: John knox Press, 1988)
hlm. 83-86.
[11]
Ferdinand Hahn, The Titles of Jesus in
Christology: Their Histori in Early Christianity, London: Lutterworth
Press, 1963, Hlm. 109
[12]
James Orr, International Standrd Bible
Encyclopedia III, Michigan: W.B. Eerdams 1955, hlm. 1743
[13]
Samuel
Benyamin Hakh, Ketegaran Menghadapi
Krisis Identitas: Suatu Studi Terhadap Silsilah Yesus dan Maknanya Bagi
Komnitas Matius, Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta 2004, Hal. 135
[14]
Ensiklopedia Aliktab Masa Kini Jilid II, YKBK Jakarta 2008, hal. 630
Tidak ada komentar:
Posting Komentar