Jumat, 19 April 2013

Konsep Hamba Tuhan dalam Yesaya 42:1-4

Konsep Hamba Tuhan dalam
 Yesaya 42:1-4

PENDAHULUAN
1Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. 2Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. 3Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. 4 Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.
Dalam kitab Yesaya dari pasal 40-55 yang juga dikenal dengan kitab Deutero Yesaya adalah kitab yang berasal dari masa pembuangan orang-orang Yehuda di Babylon, kira-kira tahun 540 sM. Mereka dalam keadaan hancur tanpa harapan. Yesaya memberitakan bahwa tidak lama lagi Allah membebaskan umat-Nya dan membawa mereka pulang ke Yerusalem, untuk memulai hidup baru.
Tentang penulisan kitab Deutero Yesaya ini, Deutero Yesaya sezaman dengan Cyrus (Yes 45:1-8) raja Persia yang merebut Babylon dan menawan orang-orang Yehuda untuk pergi ke tanah air mereka, dan nubuatnya dimulai sebelum penaklukan Babel tahun 539 sM. Nabi adalah seorang yang ikut di pembuangan. Kerena itu tempat inilah yang menjadi prioritas tugas pemberitaan nabi Deutero Yesaya, sekitar Babel dan Palestina. Dengan demikian Kaiser membedakan antara periode pembuangan di Babel (pasal 40-48) dengan periode kembalinya Israel ke Palestina (pasal 49-55).[1]
Dalam Deutro Yesaya ini, sangat banyak berbicara mengenai “Hamba Tuhan”. Empat perikop nyanyian Ebed Yahweh (hamba Tuhan), teristimewa dalam “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” yaitu Yesaya 42:1-4; 49:1-7; 50:4-9; 52:13-53:12 merupakan bagian penting dan aktual dengan pemberitaan nabi Deutero Yesaya. Isi nyanyian hamba TUHAN adalah: hamba sebagai utusan Allah, yang setia bahkan rela menderita untuk tugas penyelamatan bagi umat Israel. Keselamatan itulah yang ditekankan dalam pemberitaan Deutero Yesaya.
Istilah db,[,“Ebed” (kata benda) berasal dari kata kerja “Eved” yang berfungsi sebagai alat pekerjaan. Ebed berarti hamba, artinya seorang hamba bekerja untuk orang lain.[2] Tugas hamba adalah melayani dan melakukan segala kehendak tuannya. Dalam keagamaan Israel, istilah Ebed menggambarkan kerendahan diri manusia ciptaan di hadapan Allah. Berarti kata Ebed berbeda dengan budak. Dalam nyanyian Ebed Yahwe, Allah menyebut hamba dengan sebutan, hambaKu, yang menunjukkan kedekatan antara hamba dengan Yahweh (bdk. 41:2; 49:1,2,: 50:4; 53:10-12). Pertanyaan tentang siapakah hamba Tuhan itu masih merupakan masalah yang belum terjawab sampai sekarang. Ada beberapa interpretasi, yaitu[3] :
1.      Interpretasi “individuil” atau perorangan. Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa hamba TUHAN itu ialah seorang pribadi saja, misalnya : raja Cyrus, atau nabi Yeremia, dst.
2.      Interpretasi “kolektip” atau kelompok. Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa hamba TUHAN itu adalah personifikasi bangsa Israel.
3.      Interpretasi “sisa Israel”. Ada juga beberapa ahli yang berpendapat bahwa hamba TUHAN itu adalah sisa Israel yang tetap setia kepada Yahweh juga dalam masa pembuangan di Babylon.
Menurut Ackroyd, secara tradisi dalam interpretasi Yahudi, hamba Tuhan digambarkan sebagai Israel.[4] Kemudian diikuti oleh pendapat ahli, bahwa hamba Tuhan yang dimaksud ialah sisa Israel yang tetap setia.[5] Dalam pasal 42:1-4 ini, hamba Tuhan dipanggil oleh Allah dan kedapadanya diberikan Roh Allah, untuk menyatakan jP'Þv.mi mispat kepada bangsa-bangsa (ayat 1,3,4).[6] Dalam perikop ini, Allah memperkenalkan hambaNya sama dengan pelantikan seorang raja. Istilah jP'Þv.mi mispat berasal dari ruangan pengadilan, yaitu segala sesuatu yang ditentukan hakim. Tetapi bagi bangsa Israel hukum itu berasal dari Allah sendiri. Nabi itu percaya dengan pasti bahwa Yahwe yaitu Allah tidak akan meninggalkan bangsaNya. Yahweh tidak memerintah atas seluruh semesta alam saja, tetapi juga atas segala bangsa. Inti dari kata mispat adalah anugerah dan kasih Allah. Jadi, tugas hamba adalah dengan penuh setia menyatakan mispat tersebut kepada bangsa Israel di Babel dan juga kepada bangsa-bangsa lain (bersifat universal).
Kebanyakan penafsir modern berpendirian bahwa ayat 1-4 merupakan pokok, dan ayat 5-9 dilihatnya sebagai pelengkap yang susah tafsirannya. Dalam ayat 1-4 ini, firman ini menyerupai firman pelantikan seorang raja : sebagaimana Allah memilih Saul sebagai kepala bangsaNya dan memperkenalkan dia kepada Samuel, agar diurapi dan dilantik sebagai pemerintah yang sah, demikianlah hamba Tuhan itu diresmikan di depan saksi-saksi, dan jabatannya ditentukan.[7]
Beberapa penafsir misalnya Koole, berpendapat bahwa ayat 1-9 merupakan satu bagian karena mempunyai hubungan formal. Bagian pertama kata “lihat” ayat 5-9 sebenarnya berdiri sendiri, dan tidak ada relasi dengan ayat 1-4 karena kedua bagian ini menggunakan bahasa yang berbeda. Ayat 5-9 dimulai dengan kalimat “Aku ini adalah Yahweh” dan dialamatkan kepada orang kedua tunggal : “Aku telah memanggil engkau dengan maksud penyelamatan, “Aku telah memegang tanganmu”. Sementara ayat 1-4 ditujukan kepada orang banyak.[8]
Ada tiga tugas penting dari hamba dalam Yesaya 42:1-4, yaitu : Ia menimbulkan keadilan bagi bangsa-bangsa (ayat 1c); Ia membawa keadilan dalam kebenaran (3c); sampai ia menegakkan keadilan di bumi (4b).[9] Kita akan membahas ayat demi ayat agar lebih jelas.
PENAFSIRAN
Ayat 1 “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihanKu, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.” Kalimat “Lihat itu hambaKu” nyanyian ini menunjuk kepada hamba Tuhan. Allah memperkenalkan hambaNya, hampir sama dengan pelantikan raja Saul (1 Sam 9:15-17). Roh TUHAN juga memenuhi raja tersebut yaitu “roh hikmat dan penegrtian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN” (Yes 11:2). Allah memperkenalkan hambaNya dengan perkataan yang menyerupai pelantikan seorang raja; tetapi dalam pemilihan hamba tidak ditemukan adanya saksi-saksi yang dapat meresmikan hamba tersebut di dalam jabatannya sebagaimana seorang raja (bdg. 1 Sam 16:12 dengan II Sam 2:4; 5:3).[10]
Hubungan Allah kepada hambaNya itu diuraikan lebih lanjut dari tiga segi[11] :
a.       Ia memegang hambaNya untuk menguatkannya (bnd Kel 17:12; Mzm 41:13; 63:9; 49:2,5).
b.      Ia memilihnya untuk menjalankan maksudNya, sama seperti Israel dipilihNya (bnd 41:8).
c.       “JiwaKu berkenan kepadanya”; alasan pemilihan itu hanya terdapat pada diri TUHAN; jiwa dipakai di sini sebagai ganti diri Aku (demikian terjemahan LAI), entah sebagai pengalimatan bahasa tinggi, entah sebagai tanda bahwa secara pribadi Allah menyenanginya.
Hamba dalam perikop ini berdiri antara raja dan nabi, dengan satu jabatan baru, yakni hamba Tuhan.
 Kata ayci(Ay Yosi diterjemahkan secara harafiah berarti “membawa keluar” tetapi LAI menuliskan kata yosi tersebut dengan kata “menyatakan”. Saya tidak tahu pasti peredaksian oleh LAI menggunakan kata tersebut tetapi pengertian sebenarnya adalah “membawa keluar”. Kata yosi menunjukkan bahwa mispat yang dibawa oleh hamba itu tidak hanya kepada Israel, tetapi dibawa ke luar, yaitu kepada bangsa-bangsa lain. Jadi kata yosi tidak hanya digunakan untuk menghibur orang-orang yang berada di pembuangan saja tetapi bagi semua bagsa-bangsa.
Ayat 2 “Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan.” Kata q[;Þc.yI sa’ak, sering sekali menunjukkan teriakan yang dapat juga diartikan sebagai penderitaan sebagai seorang hamba Tuhan yang tidak pernah mengeluh akan penderitaannya. Hal yang dimaksudkan untuk menjelaskan tentang tugas kehambaan dalam ayat ini jelas tidaklah mencerminkan tugas seorang hamba untuk berteriak atau dengan suara yang besar memberitakan firman TUHAN. Hal ini berbeda dengan cara seorang raja dalam memberitahukan keputusan-keputusannya kepada rakyatnya yaitu dengan membuat undang-undang dan mengumumkannya di depan masyarakat umum.[12] Tetapi hamba TUHAN yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah hamba yang memberitakan mispat kepada orang-orang tidak dengan terpaksa, dapat kita lihat lebih jelas di dalam uraian tentang ayat yang ke-3.
Ayat 3 Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.” Dalam ayat ini, tugas hamba TUHAN adalah mengurus buluh yang telah dirusak atau patah dengan perawatan yang sungguh-sungguh dan memelihara sumbu yang suram. Artinya bahwa hamba Tuhan bekerja untuk memelihara kepercayaan yang teguh kepada Tuhan, dan memberi harapan bagi orang-orang pada masa pembuangan, serta memberitakan bahwa Yahweh akan datang untuk memelihara alam semesta ini.[13] Dalam ayat ini kata tm,Þa/l, Le’emet diartikan dengan suatu kesungguhan. Kata itu memperlihatkan integritas seorang hamba Tuhan dalam menjalankan tugasnya yaitu dengan kesungguhan sekaligus solidaritas hamba terhadap umat Tuhan. “Buluh yang telah rusak” dan “sumbu yang suram”, melambangkan kehancuran Yerusalem dan Israel yang telah kehilangan kepercayaan. Oleh sebab itulah tugas seoang hamba TUHAN adalah memulihkan Israel sebagai umat Allah kembali.
Ayat 4 Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.” Dalam ayat ini, kesetiaan yang telah dijelaskan hamba TUHAN dalam ayat 3 lebih diperjelas lagi. Kesetian hamba TUHAN itu tidak akan pudar dan hilang walaupun tantangan dihadapi ia tidak akan mundur sampai tujuannya tersebut tercapai. Jadi, pernyataan ini memberi kesan bahwa tugas hamba tersebut diiringi dengan penderitaannya yang sangat menyedihkan.[14] Hamba walaupun dalam penderitaan dan hambatan yang berat, dia tidak akan gagal dalam tugasnya karena dia bersandar kepada Yahweh. Jadi hamba TUHAN adalah orang yang rela menderita dalam memberitakan mispat TUHAN demi keselamatan Israel dan semua bangsa.
Von Rad sendiri memakai konsep hamba TUHAN di dalam Deotero Yesaya digambarkan dengan Musa (Kel 18:18). Musa dipanggil menjadi hamba TUHAN selama 40 tahun. Deutero Yesaya menggambarkan hamba TUHAN sebagai seorang yang berada di antara Israel dan Yahweh, yang berdiri di tempat orang-orang berdosa (53:12), bahkan pada akhirnya menderita demi keselamatan orang lain (Israel).[15]
Penekanan Deutero Yesaya relevan dengan kehidupan Israel di masa pembuangan Babel yang di mana telah kehilangan kepercayaan kepada Yahweh sebagai pencipta dan penebus Israel, akibatnya Israel semakin jauh dari Yahweh. Yahweh ingin memulihkan hubunganNya dengan bangsa Israel tersebut melalui hambaNya yaitu hamba TUHAN. Ia memanggil hambaNya untuk menghibur dan mewujudkan keselamatan bagi Israel. Dia yang akan memulihkan Israel yang telah hancur. Oleh seba itulah diperlukan sebuah pengurbanan, penderitaan dan solodaritas yang tinggi.
Thema teologi yang telah diuraikan di atas tersebut tujuannya ada dua, yakni : (1) agar Israel dan bangsa-bangsa lain merasakan damai sejahtera daripada Allah, mengalami mendamaian yang telah diberikan oleh Yahweh. (2) Yahweh dipahami sebagai yang satu-satunya pencipta, penyelamat dan yang berkuasa atas ciptaanNya. Penderitaan hamba tersebut juga merupakan penderitaan Israel di pembuangan, itulah sebabnya Israel juga dapat disebutkan sebagai hamba Tuhan. Dengan demikian, makna penderitaan Ebed Yahweh dalam Deutero Yesaya adalah agar orang lain mengalami damai sejahtera Allah dan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya TUHAN yang berkuasa atas alam semesta.  
RELEVANSI KONSEP KEHAMBAAN DALAM YESAYA 42:1-4 TERHADAP PERKEMBANGAN JEMAAT GEREJA MASA KINI
Relevansi kehambaan di dalam Yesaya 42:1-4 ini bagi perkembangan jemaat gereja pada masa kini adalah bahwa hamba TUHAN adalah wakil Allah untuk menyatakan firman TUHAN dan membawa terang terhadap manusia. Seorang hamba haruslah memiliki sebuah kaharisma atau figur sebagai seorang yang benar-benar mencirikan bahwa dia adalah hamba TUHAN. Hamba TUHAN adalah orang yang benar-benar telah dipilih Allah, diutus Allah, dan Allah telah memperlengkapi dia dengan Roh Tuhan untuk melakukan tugas yang telah diberikan TUHAN kepadanya yaitu menyatakan damai sejahtera dari Allah. Jadi, tugas kehambaan sebagai hamba TUHAN adalah merupakan sebuah anugerah dari TUHAN. Gereja harus sungguh-sungguh melakukan tugas penggilan ini dengan bersandarkan pada pertolongan TUHAN.
Hamba TUHAN itu ditujukan bukan saja adalah tugas seorang nabi (di dalam PL), seorang pendeta (di dalam gereja), ataupun para majelis-majelis jemaat gereja saja, tetapi tugas kehambaan TUHAN itu juga ditujukan kepada seluruh umat manusia. Baiklah kita semua umat manusia mau dan sadar akan tugas kehambaan TUHAN itu merupakan tanggungjawab kita yaitu melakukannya dengan tidak ada rasa terpaksa, penuh kesabaran, setia, rela menderita demi kemuliaan TUHAN, dan taat dalam panggilannya. Orang seperti inilah yang sedang dibutuhkan oleh gereja masa kini.
PERENUNGAN
Hamba TUHAN merupakan suatu dasar hubungan yang baru antara Allah dengan manusia. hubungan ini dapat diambil dari bahasa hukum (hukum atau keputusan hakim, pengajaran atau ketetapan hukum, perjanjian) sama dengan hubungan antara TUHAN dengan bangsa Israel. Hamba TUHAN itu mirip dengan Musa, yaitu pengantar peranjian antara Allah dan bangsa Israel (Kel 19:34), hakim dan pemberi hukum yang utama (Kel 18:16,20; Kel 21:1; Ul  5:2). Namun dalam nats ini, hamba itu ternyata melebihi Musa di mana jabatannya ditujukan kepada segala bangsa dan di dalam dirinya TUHAN dapat dikenal oleh manusia.
Orang Yahudi sendiri menyamakan hamba itu dengan Israel di mana Israel adalah umat pilihan Allah yang akan mengagungkan nama TUHAN di depan segenap manusia. Hanya Israellah umat yang setia menjadi saksi-saksi Allah di depan bangsa-bangsa (43:10), seperti penggenapan janji Allah kepada Abraham bahwa olehnya semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat (Kej 12:3). Selain itu banyak orang-orang Israel yang hidup setia kepada hukum Allah dan mati syahid karena itu. Mereka yakin bahwa kesaksian mereka itu harus kita hormati.[16]
Di lain pihak, para penginjil Perjanjian Baru berpendapat bahwa Yesus Kristuslah hamba TUHAN yang dilukiskan di dalam Yesaya 42:1-4 ini. Banyak perkataan dan tindakan Yesus sendiri yang sangat cocok atau sesuai dengan apa yang ada di dalam Yesaya 42:1-4 ini. Seperti pada saat Yesus dibabtiskan, Allah melengkapiNya dengan Roh kudus (sesuai dengan Yes 42:1c) dan berfirman : “AnakKu Engkau” (sesuai dengan Mzm 2:7), “kepadaMu Aku berkenan” (sesuai dengan Yes 42:1). Selain itu Yesus juga menyebutkan dirinya terang dunia (Yoh 8:12).
Sesuai dengan Kitab Injil inilah umat Kristen juga melihat bahwa Tuhan Yesus yang merupakan perwujudan yang sebenarnya dari hamba Tuhan itu. Hamba itu datang untuk memenuhi harapan Tuhan sehingga umat Kristen harus hidup setia kepada Tuhan, rela berkorban demi kemuliaan Tuhan (sama halnya seperti Tuhan Yesus), dan mau hidup melayani demi nama hamba TUHAN itu yaitu Yesus Kristus sang terang dunia.

KEPUSTAKAAN
Kaiser, Otto
                 Introductiom To The Old Testament, Oxford : Basil Blackwell, 1984
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I : A-L, Jakarta : Yayasan Kominikasi Bina Kasih/OMMF
Blommendaal, J.
                 Pengantar Kepada Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009
Ackroyd, Peter R.
                 Israel Under Babylon and Persia, (Oxford : University Press), 1970
Barth, Claire dkk
                 Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2011
Koole, J.L.
                 Isaiah 40-48, Part 3 (Nederlands : Kok Pharors Publishing House, 1997
Westermann, Claus
                 Isaiah 40-66, Philadelphia : The Westminter Press 1969
Rad, Von
                        Old Testament Theology Vol. 2, London: SCM Press Ltd 1965


[1] Otto Kaiser, Introductiom To The Old Testament, Oxford : Basil Blackwell, 1984 hal. 265
[2] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I : A-L, Jakarta : Yayasan Kominikasi Bina Kasih/OMMF, 1962 hal. 360
[3] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009, Hal. 114
[4] Peter R. Ackroyd, Israel Under Babylon and Persia, (Oxford : University Press, 1970), Hal. 139
[5] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Hal. 144
[6] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Hal. 113
[7] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2011, Hal. 115
[8] J.L. Koole, Isaiah 40-48, Part 3 (Nederlands : Kok Pharors Publishing House, 1997, Hal. 208
[9] Claus Westermann, Isaiah 40-66, Philadelphia : The Westminter Press 1969, Hal. 95
[10] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 117
[11] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 117
[12] Claus Westerman, Isaiah 40-66, Hal. 96
[13] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 119
[14] Claus Westerman, Isaiah 40-66, Hal. 96
[15] Von Rad, Old Testament Theology Vol. 2, London : SCM Press Ltd 1965, Hal. 21
[16] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 120

Tidak ada komentar:

Posting Komentar