Konsep Hamba Tuhan dalam
Yesaya 42:1-4

PENDAHULUAN
1Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang,
orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke
atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. 2Ia tidak
akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. 3Buluh
yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya
tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. 4 Ia
sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia
menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.
Dalam
kitab Yesaya dari pasal 40-55 yang juga dikenal dengan kitab Deutero Yesaya
adalah kitab yang berasal dari masa pembuangan orang-orang Yehuda di Babylon,
kira-kira tahun 540 sM. Mereka dalam keadaan hancur tanpa harapan. Yesaya
memberitakan bahwa tidak lama lagi Allah membebaskan umat-Nya dan membawa
mereka pulang ke Yerusalem, untuk memulai hidup baru.
Tentang
penulisan kitab Deutero Yesaya ini, Deutero Yesaya sezaman dengan Cyrus (Yes
45:1-8) raja Persia yang merebut Babylon dan menawan orang-orang Yehuda untuk
pergi ke tanah air mereka, dan nubuatnya dimulai sebelum penaklukan Babel tahun
539 sM. Nabi adalah seorang yang ikut di pembuangan. Kerena itu tempat inilah
yang menjadi prioritas tugas pemberitaan nabi Deutero Yesaya, sekitar Babel dan
Palestina. Dengan demikian Kaiser membedakan antara periode pembuangan di Babel
(pasal 40-48) dengan periode kembalinya Israel ke Palestina (pasal 49-55).[1]
Dalam
Deutro Yesaya ini, sangat banyak berbicara mengenai “Hamba Tuhan”. Empat
perikop nyanyian Ebed Yahweh (hamba
Tuhan), teristimewa dalam “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” yaitu Yesaya
42:1-4; 49:1-7; 50:4-9; 52:13-53:12 merupakan bagian penting dan aktual dengan
pemberitaan nabi Deutero Yesaya. Isi nyanyian hamba TUHAN adalah: hamba sebagai utusan Allah, yang setia bahkan
rela menderita untuk tugas penyelamatan bagi umat Israel. Keselamatan itulah
yang ditekankan dalam pemberitaan Deutero Yesaya.
Istilah
db,[,“Ebed” (kata
benda) berasal dari kata kerja “Eved”
yang berfungsi sebagai alat pekerjaan. Ebed
berarti hamba, artinya seorang hamba bekerja untuk orang lain.[2] Tugas
hamba adalah melayani dan melakukan segala kehendak tuannya. Dalam keagamaan
Israel, istilah Ebed menggambarkan
kerendahan diri manusia ciptaan di hadapan Allah. Berarti kata Ebed berbeda dengan budak. Dalam
nyanyian Ebed Yahwe, Allah menyebut
hamba dengan sebutan, hambaKu, yang menunjukkan kedekatan antara hamba dengan
Yahweh (bdk. 41:2; 49:1,2,: 50:4; 53:10-12). Pertanyaan tentang siapakah hamba
Tuhan itu masih merupakan masalah yang belum terjawab sampai sekarang. Ada
beberapa interpretasi, yaitu[3] :
1. Interpretasi
“individuil” atau perorangan. Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa hamba
TUHAN itu ialah seorang pribadi saja, misalnya : raja Cyrus, atau nabi Yeremia,
dst.
2. Interpretasi
“kolektip” atau kelompok. Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa hamba TUHAN
itu adalah personifikasi bangsa Israel.
3. Interpretasi
“sisa Israel”. Ada juga beberapa ahli yang berpendapat bahwa hamba TUHAN itu
adalah sisa Israel yang tetap setia kepada Yahweh juga dalam masa pembuangan di
Babylon.
Menurut
Ackroyd, secara tradisi dalam interpretasi Yahudi, hamba Tuhan digambarkan
sebagai Israel.[4]
Kemudian diikuti oleh pendapat ahli, bahwa hamba Tuhan yang dimaksud ialah sisa
Israel yang tetap setia.[5]
Dalam pasal 42:1-4 ini, hamba Tuhan dipanggil oleh Allah dan kedapadanya
diberikan Roh Allah, untuk menyatakan jP'Þv.mi mispat
kepada bangsa-bangsa (ayat 1,3,4).[6]
Dalam perikop ini, Allah memperkenalkan hambaNya sama dengan pelantikan seorang
raja. Istilah jP'Þv.mi mispat
berasal dari ruangan pengadilan, yaitu segala sesuatu yang ditentukan hakim.
Tetapi bagi bangsa Israel hukum itu berasal dari Allah sendiri. Nabi itu
percaya dengan pasti bahwa Yahwe yaitu Allah tidak akan meninggalkan bangsaNya.
Yahweh tidak memerintah atas seluruh semesta alam saja, tetapi juga atas segala
bangsa. Inti dari kata mispat adalah
anugerah dan kasih Allah. Jadi, tugas hamba adalah dengan penuh setia
menyatakan mispat tersebut kepada
bangsa Israel di Babel dan juga kepada bangsa-bangsa lain (bersifat universal).
Kebanyakan
penafsir modern berpendirian bahwa ayat 1-4 merupakan pokok, dan ayat 5-9
dilihatnya sebagai pelengkap yang susah tafsirannya. Dalam ayat 1-4 ini, firman
ini menyerupai firman pelantikan seorang raja : sebagaimana Allah memilih Saul
sebagai kepala bangsaNya dan memperkenalkan dia kepada Samuel, agar diurapi dan
dilantik sebagai pemerintah yang sah, demikianlah hamba Tuhan itu diresmikan di
depan saksi-saksi, dan jabatannya ditentukan.[7]
Beberapa
penafsir misalnya Koole, berpendapat bahwa ayat 1-9 merupakan satu bagian
karena mempunyai hubungan formal. Bagian pertama kata “lihat” ayat 5-9
sebenarnya berdiri sendiri, dan tidak ada relasi dengan ayat 1-4 karena kedua
bagian ini menggunakan bahasa yang berbeda. Ayat 5-9 dimulai dengan kalimat
“Aku ini adalah Yahweh” dan dialamatkan kepada orang kedua tunggal : “Aku telah
memanggil engkau dengan maksud penyelamatan, “Aku telah memegang tanganmu”.
Sementara ayat 1-4 ditujukan kepada orang banyak.[8]
Ada tiga tugas
penting dari hamba dalam Yesaya 42:1-4, yaitu : Ia menimbulkan keadilan bagi
bangsa-bangsa (ayat 1c); Ia membawa keadilan dalam kebenaran (3c); sampai ia
menegakkan keadilan di bumi (4b).[9] Kita
akan membahas ayat demi ayat agar lebih jelas.
PENAFSIRAN
Ayat
1 “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang,
orang pilihanKu, yang kepadanya
Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum
kepada bangsa-bangsa.” Kalimat “Lihat itu hambaKu” nyanyian ini menunjuk
kepada hamba Tuhan. Allah memperkenalkan hambaNya, hampir sama dengan pelantikan
raja Saul (1 Sam 9:15-17). Roh TUHAN
juga memenuhi raja tersebut yaitu “roh hikmat dan penegrtian, roh nasihat dan
keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN” (Yes 11:2). Allah
memperkenalkan hambaNya dengan perkataan yang menyerupai pelantikan seorang
raja; tetapi dalam pemilihan hamba tidak ditemukan adanya saksi-saksi yang
dapat meresmikan hamba tersebut di dalam jabatannya sebagaimana seorang raja
(bdg. 1 Sam 16:12 dengan II Sam 2:4; 5:3).[10]
Hubungan
Allah kepada hambaNya itu diuraikan lebih lanjut dari tiga segi[11] :
a. Ia
memegang hambaNya untuk
menguatkannya (bnd Kel 17:12; Mzm 41:13; 63:9; 49:2,5).
b. Ia
memilihnya untuk menjalankan
maksudNya, sama seperti Israel dipilihNya (bnd 41:8).
c. “JiwaKu berkenan kepadanya”;
alasan pemilihan itu hanya terdapat pada diri TUHAN; jiwa dipakai di sini
sebagai ganti diri Aku (demikian terjemahan LAI), entah sebagai pengalimatan
bahasa tinggi, entah sebagai tanda bahwa secara pribadi Allah menyenanginya.
Hamba dalam
perikop ini berdiri antara raja dan nabi, dengan satu jabatan baru, yakni hamba
Tuhan.
Kata ayci(Ay Yosi
diterjemahkan secara harafiah berarti “membawa keluar” tetapi LAI menuliskan
kata yosi tersebut dengan kata “menyatakan”. Saya tidak tahu pasti
peredaksian oleh LAI menggunakan kata tersebut tetapi pengertian sebenarnya
adalah “membawa keluar”. Kata yosi menunjukkan bahwa mispat yang dibawa oleh hamba itu tidak
hanya kepada Israel, tetapi dibawa ke luar, yaitu kepada bangsa-bangsa lain. Jadi
kata yosi tidak hanya digunakan untuk
menghibur orang-orang yang berada di pembuangan saja tetapi bagi semua
bagsa-bangsa.
Ayat 2 “Ia
tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di
jalan.” Kata q[;Þc.yI sa’ak, sering sekali menunjukkan teriakan yang dapat juga
diartikan sebagai penderitaan sebagai seorang hamba Tuhan yang tidak pernah
mengeluh akan penderitaannya. Hal yang dimaksudkan untuk menjelaskan tentang
tugas kehambaan dalam ayat ini jelas tidaklah mencerminkan tugas seorang hamba
untuk berteriak atau dengan suara yang besar memberitakan firman TUHAN. Hal ini
berbeda dengan cara seorang raja dalam memberitahukan keputusan-keputusannya
kepada rakyatnya yaitu dengan membuat undang-undang dan mengumumkannya di depan
masyarakat umum.[12]
Tetapi hamba TUHAN yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah hamba yang
memberitakan mispat kepada orang-orang tidak dengan terpaksa, dapat kita lihat
lebih jelas di dalam uraian tentang ayat yang ke-3.
Ayat 3 “Buluh
yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya
tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.”
Dalam ayat ini, tugas hamba TUHAN adalah mengurus buluh yang telah dirusak atau patah dengan perawatan yang
sungguh-sungguh dan memelihara sumbu yang
suram. Artinya bahwa hamba Tuhan bekerja untuk memelihara kepercayaan yang
teguh kepada Tuhan, dan memberi harapan bagi orang-orang pada masa pembuangan,
serta memberitakan bahwa Yahweh akan datang untuk memelihara alam semesta ini.[13]
Dalam ayat ini kata tm,Þa/l, Le’emet diartikan dengan suatu kesungguhan. Kata itu
memperlihatkan integritas seorang hamba Tuhan dalam menjalankan tugasnya yaitu
dengan kesungguhan sekaligus solidaritas hamba terhadap umat Tuhan. “Buluh yang
telah rusak” dan “sumbu yang suram”, melambangkan kehancuran Yerusalem dan
Israel yang telah kehilangan kepercayaan. Oleh sebab itulah tugas seoang hamba
TUHAN adalah memulihkan Israel sebagai umat Allah kembali.
Ayat 4 “Ia
sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia
menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.”
Dalam ayat ini, kesetiaan yang telah dijelaskan hamba TUHAN dalam ayat 3 lebih
diperjelas lagi. Kesetian hamba TUHAN itu tidak akan pudar dan hilang walaupun
tantangan dihadapi ia tidak akan mundur sampai tujuannya tersebut tercapai. Jadi,
pernyataan ini memberi kesan bahwa tugas hamba tersebut diiringi dengan
penderitaannya yang sangat menyedihkan.[14]
Hamba walaupun dalam penderitaan dan hambatan yang berat, dia tidak akan gagal
dalam tugasnya karena dia bersandar kepada Yahweh. Jadi hamba TUHAN adalah
orang yang rela menderita dalam memberitakan mispat TUHAN demi keselamatan
Israel dan semua bangsa.
Von Rad sendiri memakai konsep hamba TUHAN di dalam
Deotero Yesaya digambarkan dengan Musa (Kel 18:18). Musa dipanggil menjadi
hamba TUHAN selama 40 tahun. Deutero Yesaya menggambarkan hamba TUHAN sebagai
seorang yang berada di antara Israel dan Yahweh, yang berdiri di tempat
orang-orang berdosa (53:12), bahkan pada akhirnya menderita demi keselamatan
orang lain (Israel).[15]
Penekanan Deutero Yesaya relevan dengan kehidupan
Israel di masa pembuangan Babel yang di mana telah kehilangan kepercayaan
kepada Yahweh sebagai pencipta dan penebus Israel, akibatnya Israel semakin
jauh dari Yahweh. Yahweh ingin memulihkan hubunganNya dengan bangsa Israel
tersebut melalui hambaNya yaitu hamba TUHAN. Ia memanggil hambaNya untuk
menghibur dan mewujudkan keselamatan bagi Israel. Dia yang akan memulihkan
Israel yang telah hancur. Oleh seba itulah diperlukan sebuah pengurbanan,
penderitaan dan solodaritas yang tinggi.
Thema
teologi yang telah diuraikan di atas tersebut tujuannya ada dua, yakni : (1)
agar Israel dan bangsa-bangsa lain merasakan damai sejahtera daripada Allah,
mengalami mendamaian yang telah diberikan oleh Yahweh. (2) Yahweh dipahami
sebagai yang satu-satunya pencipta, penyelamat dan yang berkuasa atas ciptaanNya.
Penderitaan hamba tersebut juga merupakan penderitaan Israel di pembuangan,
itulah sebabnya Israel juga dapat disebutkan sebagai hamba Tuhan. Dengan
demikian, makna penderitaan Ebed Yahweh dalam Deutero Yesaya adalah agar orang
lain mengalami damai sejahtera Allah dan mengakui bahwa Allah adalah
satu-satunya TUHAN yang berkuasa atas alam semesta.
RELEVANSI KONSEP
KEHAMBAAN DALAM YESAYA 42:1-4 TERHADAP PERKEMBANGAN JEMAAT GEREJA MASA KINI
Relevansi
kehambaan di dalam Yesaya 42:1-4 ini bagi perkembangan jemaat gereja pada masa
kini adalah bahwa hamba TUHAN adalah wakil Allah untuk menyatakan firman TUHAN
dan membawa terang terhadap manusia. Seorang hamba haruslah memiliki sebuah
kaharisma atau figur sebagai seorang yang benar-benar mencirikan bahwa dia
adalah hamba TUHAN. Hamba TUHAN adalah orang yang benar-benar telah dipilih
Allah, diutus Allah, dan Allah telah memperlengkapi dia dengan Roh Tuhan untuk
melakukan tugas yang telah diberikan TUHAN kepadanya yaitu menyatakan damai
sejahtera dari Allah. Jadi, tugas kehambaan sebagai hamba TUHAN adalah
merupakan sebuah anugerah dari TUHAN. Gereja harus sungguh-sungguh melakukan
tugas penggilan ini dengan bersandarkan pada pertolongan TUHAN.
Hamba
TUHAN itu ditujukan bukan saja adalah tugas seorang nabi (di dalam PL), seorang
pendeta (di dalam gereja), ataupun para majelis-majelis jemaat gereja saja,
tetapi tugas kehambaan TUHAN itu juga ditujukan kepada seluruh umat manusia.
Baiklah kita semua umat manusia mau dan sadar akan tugas kehambaan TUHAN itu merupakan
tanggungjawab kita yaitu melakukannya dengan tidak ada rasa terpaksa, penuh
kesabaran, setia, rela menderita demi kemuliaan TUHAN, dan taat dalam
panggilannya. Orang seperti inilah yang sedang dibutuhkan oleh gereja masa
kini.
PERENUNGAN
Hamba TUHAN merupakan suatu dasar hubungan yang baru
antara Allah dengan manusia. hubungan ini dapat diambil dari bahasa hukum
(hukum atau keputusan hakim, pengajaran atau ketetapan hukum, perjanjian) sama
dengan hubungan antara TUHAN dengan bangsa Israel. Hamba TUHAN itu mirip dengan
Musa, yaitu pengantar peranjian antara Allah dan bangsa Israel (Kel 19:34),
hakim dan pemberi hukum yang utama (Kel 18:16,20; Kel 21:1; Ul 5:2). Namun dalam nats ini, hamba itu
ternyata melebihi Musa di mana jabatannya ditujukan kepada segala bangsa dan di
dalam dirinya TUHAN dapat dikenal oleh manusia.
Orang Yahudi sendiri menyamakan hamba itu dengan
Israel di mana Israel adalah umat pilihan Allah yang akan mengagungkan nama
TUHAN di depan segenap manusia. Hanya Israellah umat yang setia menjadi
saksi-saksi Allah di depan bangsa-bangsa (43:10), seperti penggenapan janji
Allah kepada Abraham bahwa olehnya semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat
(Kej 12:3). Selain itu banyak orang-orang Israel yang hidup setia kepada hukum
Allah dan mati syahid karena itu. Mereka yakin bahwa kesaksian mereka itu harus
kita hormati.[16]
Di
lain pihak, para penginjil Perjanjian Baru berpendapat bahwa Yesus Kristuslah
hamba TUHAN yang dilukiskan di dalam Yesaya 42:1-4 ini. Banyak perkataan dan tindakan
Yesus sendiri yang sangat cocok atau sesuai dengan apa yang ada di dalam Yesaya
42:1-4 ini. Seperti pada saat Yesus dibabtiskan, Allah melengkapiNya dengan Roh
kudus (sesuai dengan Yes 42:1c) dan berfirman : “AnakKu Engkau” (sesuai dengan
Mzm 2:7), “kepadaMu Aku berkenan” (sesuai dengan Yes 42:1). Selain itu Yesus
juga menyebutkan dirinya terang dunia (Yoh 8:12).
Sesuai
dengan Kitab Injil inilah umat Kristen juga melihat bahwa Tuhan Yesus yang
merupakan perwujudan yang sebenarnya dari hamba Tuhan itu. Hamba itu datang
untuk memenuhi harapan Tuhan sehingga umat Kristen harus hidup setia kepada
Tuhan, rela berkorban demi kemuliaan Tuhan (sama halnya seperti Tuhan Yesus),
dan mau hidup melayani demi nama hamba TUHAN itu yaitu Yesus Kristus sang
terang dunia.
KEPUSTAKAAN
Kaiser, Otto
Introductiom To The Old
Testament, Oxford : Basil Blackwell, 1984
Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini, Jilid I : A-L, Jakarta : Yayasan
Kominikasi Bina Kasih/OMMF
Blommendaal,
J.
Pengantar Kepada Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009
Ackroyd,
Peter R.
Israel Under Babylon and Persia, (Oxford : University Press), 1970
Barth,
Claire dkk
Tafsiran Alkitab : Kitab
Yesaya Pasal 40-55, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2011
Koole,
J.L.
Isaiah 40-48, Part 3
(Nederlands : Kok Pharors Publishing House, 1997
Westermann,
Claus
Isaiah 40-66, Philadelphia : The
Westminter Press 1969
Rad,
Von
Old Testament Theology Vol. 2, London: SCM Press Ltd 1965
[1] Otto Kaiser, Introductiom To The Old Testament,
Oxford : Basil Blackwell, 1984 hal. 265
[2] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I : A-L, Jakarta : Yayasan
Kominikasi Bina Kasih/OMMF, 1962 hal. 360
[3]
J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, BPK
Gunung Mulia, Jakarta 2009, Hal. 114
[4] Peter R. Ackroyd, Israel Under Babylon and Persia, (Oxford
: University Press, 1970), Hal. 139
[5] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Hal.
144
[6] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Hal.
113
[7] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2011, Hal. 115
[8] J.L. Koole, Isaiah 40-48, Part 3 (Nederlands : Kok Pharors Publishing House,
1997, Hal. 208
[9] Claus Westermann, Isaiah 40-66, Philadelphia : The
Westminter Press 1969, Hal. 95
[10]
Marie-Claire Barth-Frommel,
Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 117
[11]
Marie-Claire Barth-Frommel,
Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 117
[12] Claus Westerman, Isaiah 40-66, Hal. 96
[13]
Marie-Claire Barth-Frommel,
Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 119
[14]
Claus Westerman, Isaiah 40-66, Hal. 96
[15]
Von Rad, Old Testament Theology Vol. 2, London :
SCM Press Ltd 1965, Hal. 21
[16] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab : Kitab Yesaya Pasal 40-55, Hal. 120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar